Untuk kepentingan distribusi dan publikasi, Komplek Percetakaan Al-Quran Raja Fahd memproduksi Al-Quran beserta tafsirnya dalam 53 bahasa dunia. Di antaranya, bahasa Afrika seperti bahasa Zulu dan sebagainya; Arab; Indonesia, Thailand, Jepang, China dan bahasa Asia lainnya; Inggris, Spanyol, Urdu, dan lain-lain.
Tim Media Center Haji (MCH) Arab Saudi, Sekretaris Daerah Kerja (Daker) Madinah Mukholih Jimun dan petugas Daker Madinah Samsul Ali, memperoleh kesempatan berkunjung ke Komplek Percetakan Al-Quran Raja Fahd, di Madinah Al-Munawarah. Lembaga yang dalam bahasa Arab disebut Mujamma` al-Malik Fahd Li Thiba`a al-Mushaf al-Syarif Madinah al-Munawarah ini, berada di bawah naungan Kementerian Urusan Agama Islam Kerajaan Arab Saudi.
Dalam kesempatan tersebut, Suara Karya bersama tim MCH yang terdiri atas 6 wartawan masing-masing diberikan 1 mushaf Al-Quran dan Terjemahnya oleh pihak percetakan. Dalam Al-Quran yang mencantumkan nama pengurus Yayasan Penyelenggara Penerjemah (Penafsir) Al-Quran Indonesia seperti almarhum Prof TM Hasbi Ashhshiddiqi dan kawan-kawan ini, terdapat tulisan “Wakaf Dari Pelayan Dua Tanah Suci, Raja Abdullah bin Abdul Aziz Ali Sa`ud.”
Al-Quran ini dibagikan secara gratis (wakaf), baik melalui pengiriman langsung ke negara-negara yang bersangkutan, maupun dibagikan di Arab Saudi saat umat Islam menunaikan ibadah haji.
“Alhamdulillah, program kami mencetak Al-Quran dan terjemahannya dalam 53 bahasa sudah terlaksana. Al-Quran yang model ini kami bagikan secara gratis. Untuk musim haji tahun ini, kami bagi dua juta jilid. Semoga Allah memudahkan semua urusan ini,” kata pegawai publikasi Kompleks Malik Fahd, Syeikh Ahmad.
Selain mencetak Al-Quran, tutur dia, pihaknya mencetak jurnal kajian Al-Quran dan A-Sunnah (hadis nabi). “Termasuk jurnal bantahan untuk meluruskan hal-hal yang berkaitan dengan Al-Quran, dan hasil seminar-seminar tentang Al-Quran,” katanya.
Terkait proses pencetakan Al-Quran, Syeikh Ahmad menjelaskan, bahwa produksi dilakukan melalui lima tahap. “Sebelum dicetak pada media kertas yang sebenarnya, para kaligrafer menorehkan tulisan-tulisan huruf Al-Quran tanpa titik dan baris di atas plat cetakan yang transparan. Itu tahap pertama,” katanya.
Tahap kedua, ucap dia, hasil tulisan para kaligrafer itu langsung dikirimkan tim pengawas kepada ulama-ulama besar di berbagai negara di dunia. Ini dilakukan untuk pemeriksaan secara mendetail dan akurat.
“Setelah melakukan pemeriksaan, tim pengawas yang berkeliling dunia itu akhirnya menemui penulisnya, sehingga bila ada kesalahan sekecil apa pun akan langsung diperbaiki di depan tim pengawas senior yang terdiri atas beberapa ulama Arab Saudi,” katanya.
Dia menuturkan, perbaikan itu juga sangat teliti. Sebagai contoh, ada kelebihan satu titik, ada kelebihan lekukan pada huruf “sin”, dan sebagainya, sehingga kekeliruan sekecil apa pun terkoreksi. Tahap ketiga adalah memberikan titik dan baris untuk huruf-huruf tertentu pada halaman yang ada, kemudian dikirimkan lagi kepada tim pengawas senior untuk diteliti kebenarannya.
“Untuk tahap keempat adalah memberikan tanda-tanda waqaf. Dan tahap kelima, adalah memberikan nomor-nomor ayat, halaman, dan pinggiran kaligrafis, kemudian hasilnya baru dicetak oleh 1.700 petugas teknis di percetakan,” katanya.
Hasilnya pun, menurut dia, masih ada tahap sortir yang juga sangat teliti. “Yang salah atau cacat, apakah kesalahan titik dan baris, adanya lipatan kertas yang cacat, adanya jahitan yang melenceng, maka semuanya akan disortir untuk dimusnahkan di gudang pemusnahan,” katanya.
Syeikh Ahmad juga menjelaskan, pihaknya sekarang mencetak Al-Quran yang diterjemahkan dalam 53 bahasa dan satu bahasa isyarat, di antaranya bahasa Afrika, Arab, Asia, Inggris, Spanyol, Urdu, Hausa, Macedonia, dan sebagainya. “Untuk bahasa Asia, antara lain bahasa China, Korea, Indonesia, dan sebagainya,” katanya.
Di akhir pemaparannya kepada tim MCH Arab Saudi, Syeikh Ahmad berpesan agar media selalu berada di garda terdepan. “Jurnalis itu memiliki tangung jawab yang besar untuk menyebarkan ajaran dan nilai-nilai Al-Quran kepada masyarakat dunia,” katanya, sambil menyalami 6 wartawan MCH Arab Saudi.
Bagaimana komentar jemaah haji Indonesia yang pernah mengunjungi pabrik percetakan Al-Quran tersebut. “Percetakannya seperti penerbitan surat kabar di Indonesia, tapi cara kerjanya sangat luar biasa,” kata jemaah haji asal Aceh, Edy Irwinsyah.
Tentu saja, pandangan jemaah kloter I dari Tanah Rencong itu sangat tepat, mengingat Al-Quran yang berasal dari percetakan di Kota Nabi itu, melalui proses yang tidak sesederhana yang dibayangkan, sehingga kualitasnya sangat baik dan bernilai seni tinggi. (Yudhiarma,depag)
Leave a Reply