Feeds:
Posts
Comments

Posts Tagged ‘test kesehatan’

Proses pemeriksaan keimigrasian di bandara Arab Saudi memakan waktu berjam-jam sehingga melelahkan para calon haji yang sebelumnya memang sudah letih karena penerbangan panjang dari Indonesia ke Saudi.

ANTARA melaporkan dari Jeddah, Kamis, setibanya di Bandara King Abdul Aziz (KAA) Jeddah, jemaah mesti membentuk antrian panjang untuk diperiksa kelengkapan dan kecocokan dokumen imigrasi mereka seperti paspor, visa masuk dan kartu kedatangan (entry card).

Pada entry card terdapat enam carik sobekan (stroke) berisi nomor kode (bar code) satu lembar masing-masing ditempel di lembar paspor hijau, di lembar E paspor daftar administrasi perjalanan ibadah haji (DAPIH – dulu paspor haji) dan di kartu keluar (exit card) dari Bandara Arab Saudi.

Dua sobekan lainnya diserahkan kepada petugas kementerian haji Arab Saudi, Maktab Wukala (pengelola penyelenggara haji di Jeddah) dan pengelola transportasi (Naqaba).

Calon haji lalu harus diambil sidik jari (10 jari) dan difoto, kemudian ke ruang bagasi untuk mengambil barangnya, dan setelah itu harus melewati melewati lagi pemeriksaan petugas kementerian haji dan Maktab Wukala di pintu keluar.

Proses berikutnya, jemaah ke ruang tunggu untuk konsolidasi kloter, dan jika satu kloter lengkap, maka diberangkatkan menuju Madinah dengan bus-bus yang sudah disiapkan oleh Naqaba.

Jika masih ada waktu, selama menanti keberangkatan ke Madinah, jemaah dapat melakukan shalat, mandi atau melakukann aktivitas lainnya dan sebelum menaiki bus, jemaah diperiksa kembali dokumen dan bar code-nya.

Setelah penerbangan belasan jam dari tanah air, jemaah masih harus menempuh perjalanan darat sekitar enam sampai tujuh jam menuju Madinah yang berjarak sekitar 450 km dari Jeddah.

Di Madinah, jemaah akan melakukan shalat Arbain (shalat berjamaah di Mesjid Nabawi selama 40 waktu) sebelum bergeser ke Mekah untuk mengikuti rangkaian proses ibadah haji selanjutnya, yakni umrah, wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah dan Mina, melontar jumrah, tawaf(tujuh kali mengelilingi Ka`bah) dan sa`i (lari-lari kecil tujuh putaran antara bukit Shafa dan Marwah.

Menurut Kadaker Jeddah Panitia Penyelenggara Haji Indonesia (PPIH) Subhan Cholid, calon haji mesti menyisihkan waktu tambahan, paling tidak lima sampai tujuh menit, karena kebijakan baru pengambilan sidik jari dan foto itu.

Jadi, jika proses imigrasi normal memakan waktu sekitar dua jam, pengambilan sidik jari dan foto, akan memperpanjang waktu pemeriksaan imigrasi menjadi empat sampai lima jam setiap kloter.

Ditambah lagi dengan belum berfungsinya sebagian pintu gerbang bandara karena sedang direnovasi sehingga jumlah konter pemeriksan kurang memadai sehingga sulit mempersingkat proses pemeriksaan dokumen keimigrasian di bandara debarkasi Arab Saudi.

Belum lagi bila pesawat datang terlambat, seperti dialami kloter 7 embarkasi Makassar/Ujungpandang, yang akhirnya harus menempuh perjalanan total sekitar 29 jam untuk mencapai Madinah.

Pesawat Airbus A330 yang berangkat dari bandara embarkasi Ujung Pandang, Rabu pukul 10.15 waktu setempat, mengalami keterlambatan akibat gangguan pada unit akselerasi (Accceleration Power Unit, APU) saat transit dan mengisi bahan bakar di Batam.

Jadi penerbangan dari Makassar memerlukan waktu 17 jam lima belas menit untuk sampai di Arab Saudi, ditambah proses imigrasi lima jam, istirahat satu atau dua jam di bandara KAA dan tujuh jam perjalanan Jeddah – Madinah. Total, para calon haji menghabiskan 29 jam untuk sampai di Madinah. (antaranews)

Untuk menambah pengetahuan silahkan simak juga:

http://oleholehhaji.net/2008/11/29/koreksi-seputar-amalan-di-musim-haji/

http://oleholehhaji.net/2008/11/15/haji-ke-baitullah/

http://oleholehhaji.net/2008/11/25/berhaji-tuk-meraih-ridha-ilahi/

http://oleholehhaji.net/2008/12/01/ikhlas-dalam-ibadah-haji-dan-ibadah-lainnya/

http://oleholehhaji.net/2009/10/28/bekal-bekal-penting-bagi-para-calon-jama%e2%80%99ah-haji/

http://oleholehhaji.net/2009/10/28/berakhlaq-mulia-di-tanah-suci/

http://oleholehhaji.net/2009/10/28/lebih-enak-haji-mandiri/

http://oleholehhaji.net/2009/10/29/manasik-haji-untuk-anda-2/

http://oleholehhaji.net/2009/11/03/kiat-sehat-bugar-selama-naik-haji/

http://oleholehhaji.net/2009/11/03/mengatasi-musin-dingin/

http://oleholehhaji.net/2009/11/02/jamaah-haji-persiapkan-diri-hadapi-musim-dingin/

 

Read Full Post »

Allah Jalla wa ‘Ala telah menunjukkan hal itu dalam kitab-Nya yang agung ketika Allah Jalla wa ‘Ala berfirman :

قُلْ صَدَقَ اللَّهُ فَاتَّبِعُوا مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ * إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ * فِيهِ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَقَامُ إِبْرَاهِيمَ وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ آمِنًا وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ *

Katakanlah: “Benarlah (apa yang difirmankan) Allah”. Maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus, dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang musyrik. Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia, adalah Baitullah yang di Bakkah (Makah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup melakukan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (Ali ‘Imran : 95-97)

Allah juga berfirman:
وَإِذْ بَوَّأْنَا لِإِبْرَاهِيمَ مَكَانَ الْبَيْتِ أَنْ لَا تُشْرِكْ بِي شَيْئًا وَطَهِّرْ بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْقَائِمِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ * وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ * لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ

Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan): “Janganlah kalian menyekutukan sesuatu apapun dengan Aku dan sucikanlah rumahKu ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang beribadah, dan orang-orang yang ruku’ dan sujud. Dan berserulah (wahai Ibrahim) kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan (Al-Hajj : 26-28)

Pada uraian di atas, dapat kita ketahui, bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan bahwa Baitullah (Ka’bah) adalah rumah pertama yang dibangun untuk umat manusia, yakni di muka bumi, untuk ibadah dan bertaqarrub kepada Allah dengan amalan-amalan yang diridhai-Nya. Sebagaimana telah sah dalam Ash-Shahihain dalam hadits yang diriwayatkan dari shahabat Abu Dzarr radhiyallahu ‘anhu dia berkata :

“Aku bertanya, wahai Rasulullah, beritakan kepadaku tentang masjid pertama yang dibangun di muka bumi.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : “Al-Masjidil Haram.” Aku bertanya lagi, “Kemudian masjid mana lagi?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Al-Masjidil Aqsha.” Aku lalu bertanya lagi, “Berapa lama jarak antara keduanya?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “40 tahun,” Aku bertanya, “Kemudian mana lagi?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Kemudian di mana pun waktu shalat tiba, maka shalatlah di situ, karena itu adalah masjid.” (HR. Al-Bukhari 3186, Muslim 520)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa rumah pertama yang dibangun untuk umat manusia adalah Al-Masjidil Haram, yaitu rumah yang dibangun untuk ibadah dan bertaqarrub kepada Allah, sebagaimana dijelaskan oleh para ‘ulama. Sebelumnya sudah ada rumah-rumah untuk dihuni/tempat tinggal, namun yang dimaksud di sini adalah rumah pertama yang dibangun untuk ibadah, ketaatan, dan taqarrub kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan ucapan dan amalan yang diridhai-Nya.

Kemudian setelah itu adalah Al-Masjidil Aqsha yang dibangun oleh cucu Nabi Ibrahim, yaitu Nabi Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim ‘alaihimush shalatu was salam. Kemudian diperbarui lagi pada akhir zaman setelah itu dengan jarak/jeda waktu yang sangat lama oleh Nabi Sulaiman ‘alaihish shalatu was salam.

Lalu setelah itu seluruh permukaan bumi adalah masjid. Kemudian datanglah Masjid Nabawi, yang itu merupakan masjid ketiga pada akhir zaman yang dibangun oleh Nabi akhir zaman, yaitu Nabi Muhammad ‘alaihish shalatu was salam. Beliau membangunnya setelah berhijrah ke Madinah, beliau membangunnya bersama-sama para shahabatnya radhiyallahu ‘anhum.

Beliau memberitakan bahwa Masjid Nabawi tersebut merupakan masjid paling utama (afdhal) setelah Al-Masjidil Haram.

Jadi masjid yang paling utama ada tiga. Yang terbesar dan paling utama adalah Al-Masjidil Haram, kemudian Masjid Nabawi, dan Al-Masjidil Aqsha.

Shalat di ketiga masjid tersebut dilipatgandakan pahalanya. Terdapat dalam hadits yang shahih :

« أنها في المسجد الحرام بمائة ألف صلاة »

“Shalat di Al-Masjidil Haram sama dengan 100.000 (seratus ribu) kali shalat.” (HR. Ibnu Majah 1413)

Tentang Masjid Nabawi :

« الصلاة في مسجده خير من ألف صلاة فيما سواه , إلا المسجد الحرام »

“Shalat di masjidku lebih baik daripada 1000 (seribu) kali shalat di selainnya, kecuali di al-masjidil haram..” HR. Al-Bukhari 1133, Muslim 1394

Adapun tentang Al-Masjidil Aqsha :

« أنها بخمسمائة صلاة »

Sebanding dengan 500 kali shalat.

Jadi tiga masjid tersebut merupakan masjid yang agung dan utama, itu merupakan masjidnya para nabi ‘alahimush shalatu was salam.

Kelebihan lainnya  dari ketiga masjid di atas adalah dibolehkan bagi kita bertabarruk didalamnya, yaitu dengan menjadikan sebagai tempai untuk ditunaikan amalan-amalan yang syar’i yang kita mampu, seperti thawaf, shalat, dan amalan lainnya.

Untaian Fatwa :
Asy Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al Fauzan hafidhahulloh dalam Al Muntaqa terhadap fatwa beliau 1/220 berkata:

“Sujud di atas tanah yang disebut ‘tanah kuburan wali’, jika dimaksudkan sebagai tabarruk dengan tanah itu dan mendekatkan diri kepada wali tersebut maka ini adalah syirik besar.

Adapun jika yang dimaukan adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala bersamaan dengan adanya keyakinan tentang keutamaan-keutamaan tersebut, dan sujud di atasnya merupakan suatu keutamaan sebagaimana keutamaan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala jadikan pada tanah-tanah suci di Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjidil Aqsha, maka ini merupakan bid’ah di dalam agama, satu ucapan atas nama Allah Subhanahu wa Ta’ala tanpa didasari ilmu, syariat yang tidak diizinkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sarana dari sarana-sarana agama yang mengantarkan kepada kesyirikan.

Hal itu dikarenakan Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak pernah menjadikan kekhususan pada suatu tempat selain tempat-tempat syi’ar yang suci dan tiga masjid tersebut. Sampai-sampai tempat-tempat syi’ar dan tiga masjid tersebut tidak disyari’atkan untuk kita mengambil tanahnya kemudian sujud di atasnya. Hanyalah kita disyari’atkan untuk berhaji ke rumah-Nya (Ka’bah, pent) dan shalat di tiga masjid tadi.” Wallahu A’lam Bish Shawab. (salafy.or.id)

Simak juga:

http://oleholehhaji.net/2008/11/29/koreksi-seputar-amalan-di-musim-haji/

http://oleholehhaji.net/2008/11/15/haji-ke-baitullah/

http://oleholehhaji.net/2008/11/25/berhaji-tuk-meraih-ridha-ilahi/

http://oleholehhaji.net/2008/12/01/ikhlas-dalam-ibadah-haji-dan-ibadah-lainnya/

http://oleholehhaji.net/2009/10/28/bekal-bekal-penting-bagi-para-calon-jama%e2%80%99ah-haji/

http://oleholehhaji.net/2009/10/28/berakhlaq-mulia-di-tanah-suci/

http://oleholehhaji.net/2009/10/28/lebih-enak-haji-mandiri/

http://oleholehhaji.net/2009/10/29/manasik-haji-untuk-anda-2/

Read Full Post »

SAKIT saat menunaikan ibadah haji? Mudah-mudahan, tidak. Dengan sehat jasmani dan rohani, jemaah diharapkan dapat melaksanakan semua syarat dan rukun haji dengan baik dan lancar. Namun pada kenyataannya, sakit saat berhaji tidak bisa ditolak. Jemaah haji Indonesia yang saat ini masih terkonsentrasi di Madinah, misalnya, menunjukkan terdapat 86 orang harus diirawat di Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI). Bahkan, seorang di antara jemaah haji itu meninggal dunia.

Kepala BPHI Daker Madinah dr Ade Meidian Ambari, menjelaskan, jemaah yang meninggal bernama Nagoro Boru Siregar (perempuan), 80 tahun, jemaah kloter 04 Medan. Ia meninggal dunia karena terserang penyakit komplikasi antara paru-paru dan jantung.

Diungkapkan, selama jemaah tiba di Madinah, BPHI telah merawat 86 jemaah yang sakit, baik rawat jalan maupun rawat inap. Dari jumlah tersebut, 18 orang dirujuk dan dirawat di RS King Fath Madinah karena gangguan stroke dan diabetes militus sehingga harus cuci darah. BPIH masih merawat tujuh jemaah, tiga di antaranya mengalami gangguan kejiwaan.

Menurut Ade, apabila BPHI masih mampu merawat jemaah yang sakit, mereka akan tetap merawat di sini. Karena kalau dirawat di RS King Fath akan ada kendala seperti masalah komunikasi. “Akan tetapi, pasien akan dirujuk ke rumah sakit apabila memang memerlukan perawatan lanjutan karena di BPIH tidak mempunyai fasilitas untuk itu,” katanya.

Bagaimana jemaah haji mesti bersikap saat sakit? Harus diterima sebagai bagian yang mendorong jemaah tetap menjadi mabrur. Artinya, mau sakit, sehat, setengah sakit, atau setengah sehat, tidak ada alasan untuk tidak mabrur. Kata Rasulullah, seorang Muslim bagaikan tangkai padi yang kadang tegak dan kadang merunduk. Artinya, kadang sehat juga kadang sakit.

Apalagi jika orang yang sakit tersebut menerimanya dengan ikhlas atas sakit yang dideritanya. Sebab, konsep Islam menyebutkan bahwa orang sakit justru menerima pahala dari rasa sakitnya, berupa penghapusan dosa. Hadis riwayat Bazaar menggambarkan, orang Mukmin yang sakit kemudian sembuh laksana salju yang turun dari langit karena bersihnya.

Hadis riwayat Ahmad bahkan menyebutkan, “Ketika seorang hamba diberi sakit, Allah berkata kepada malaikat, `Tulislah kebaikan yang biasa dilakukannya ketika sehat. Kalau ia sembuh, mandikanlah ia dan bersihkan. Kalau ia meninggal maka Allah mengampuninya.”

Lalu, apa yang dilakukan jemaah saat sakit? Kalau memungkinkan, obati sendiri. Manfaatkan obat yang dibawa dari tanah air. Saat sakit, biasanya banyak jemaah lain yang ikut memberi saran serta memberi obatnya sekalian. Tetapi apabila sakitnya cukup serius, jemaah bisa menghubungi dokter kloter. Dokter yang selalu menyertai jemaah selama perjalanan akan mengusahakan agar jemaah sakit ini sembuh tanpa harus dirujuk ke rumah sakit.

Jika dokter kloter yang biasanya stand by bersama ketua kloter dan pembimbing ibadah, tak mampu mengatasi sakit yang dialami pasien, mereka biasanya merujuk ke BPHI. Berkoordinasi dengan kantor sektor di mana jemaah tersebut tinggal, jemaah akan diangkut menggunakan ambulans atau kendaraan lain yang memungkinkan.

BPHI lebih mirip dengan puskesmas di tanah air, tetapi memberikan perawatan bagi jemaah selama hal itu masih bisa diatasi. Dalam hal ini, pemerintah Indonesia menyiapkan tiga BPHI selama musim haji, yaitu di Madinah, Jeddah, dan Mekah. Meskipun demikian, saat puncak haji di Arafah, Muzdalifah dan Mina, Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) membangun BPHI darurat di Arafah dan Muzdalifah.

Jika di BPHI tidak mampu mengatasi problematika yang dihadapi pasien, terutama berkaitan peralatan, mereka akan mengirimkan pasien tersebut ke berbagai rumah sakit milik pemerintah Arab Saudi. Dalam hal ini, Saudi sesuai dengan ta`limatul haj telah menyiapkan seluruh rumah sakit pemerintah sebagai rujukan tertinggi secara gratis.

Pada prinsipnya, semua jemaah haji yang tiba di Arab Saudi menjadi tanggungan pemerintah setempat, termasuk dalam pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, jemaah haji yang sakit, berapa pun biaya rumah sakitnya, misalnya harus menjalani operasi dan seluruh biaya perawatan serta biaya dokter, semua ditanggung pemerintah Arab Saudi.

Oleh karena itu, secara ekstrem, jika seseorang menderita sakit tertentu yang mengharuskan operasi atau pengobatan hingga ratusan juta rupiah di luar Arab Saudi dan hanya mampu membayar biaya perjalanan ibadah haji (BPIH), dengan biaya BPIH tersebut ia mendapatkan hak pelayanan kesehatan yang nilainya ratusan juta itu.

Semua jemaah yang datang ke Arab Saudi dengan maksud untuk berhaji, maka harus berada di Arafah saat pelaksanaan wukuf di Arafah dalam rentang waktu antara zuhur hingga sebelum magrib. Tanpa wukuf di Arafah, jemaah tersebut tidak disebut sebagai haji. Ketentuan ini berlaku untuk semua jemaah haji, termasuk jemaah yang sakit.

Oleh karena itu, PPIH berusaha membawa jemaah yang sakit dalam keadaan apa pun agar sempat berada di Arafah saat hari wukuf tersebut. Itulah sebabnya, PPHI biasa menggelar safari wukuf, yakni pelayanan wukuf bagi jemaah yang sakit. Dalam hal ini, jemaah dibawa ke Arafah menggunakan mobil ambulans khusus yang dilengkapi berbagai macam peralatan medis.(pikiranrakyat)

Yang ini juga penuh dengan manfaat:

http://oleholehhaji.net/2009/11/03/kiat-sehat-bugar-selama-naik-haji/

http://oleholehhaji.net/2009/11/05/sikap-sabar-adalah-suatu-kemestian/

http://oleholehhaji.net/2009/11/05/bersabarlah-terhadap-taqdir-allah-wahai-saudaraku/

http://oleholehhaji.net/2009/10/28/berakhlaq-mulia-di-tanah-suci/

http://oleholehhaji.net/2009/10/28/lebih-enak-haji-mandiri/

Read Full Post »

Jemaah haji dari seluruh dunia saat ini sudah memasuki Kota Madinah Al-Munawarah untuk melakukan ziarah. Sebagian melaksanakan shalat dan mengunjungi berbagai tempat bersejarah. Akibatnya, Masjid Nabawi yang menjadi sentral kegiatan umat Islam penuh sesak. Jangankan memasuki Raudhah, tempat yang memiliki daya tarik paling besar saat beribadah di Masjid Nabawi, sekadar masuk ke dalam masjid pun semakin sulit saat azan berkumandang untuk melaksanakan salat fardhu.

Jemaah yang datang saat azan berkumandang dijamin hanya kebagian tempat di pelataran masjid. Tapi jangan khawatir kepanasan saat siang hari, sebab setiap sudut Masjid Nabawi kini sudah dipasang payung elektronik. Payung yang amat besar yang dapat memayungi lebih dari 250 orang. Payung itu seperti jamur yang tumbuh di setiap pojok masjid, sehingga kapasitas Masjid Nabawi bertambah sangat besar berkat payung elektronik ini.

Jemaah yang ingin salat tahajud di Raudhah tak cukup lagi datang pukul 2.00 WAS tapi harus kurang dari itu, pukul 1.00 dini hari, setidaknya 1.30 WAS. Tengah malam seperti itu Raudhah sudah penuh sesak. Maka jemaah yang datang pukul 2.00 WAS dini hari tak bisa lagi memaksakan masuk ke dalam Raudhah, sebab tempat ini sudah berjubel.

Ukuran safnya sangat istimewa, tidak sepanjang tubuh manusia membungkuk, tapi lebih pendek lagi. Jarak antara satu jemaah dengan yang lainnya ke arah samping juga tak cukup untuk bersedekap secara wajar, tapi harus dimengkerutkan ke arah dalam karena saking berjejalnya jemaah. Saat sujud, antara kaki jemaah depan dengan kepala jemaah di belakangnya amat sangat mepet. Kepala orang yang sujud menempel di kaki jemaah depannya.

Di luar jam salat fardhu, jemaah keluar masuk Raudhah sekadar untuk berdoa atau salat sunat. Tentu saja, Raudhah merupakan tempat yang paling krusial mendatangkan kemacetan. Sebab, di dalam Raudhah tidak semua jemaah berdoa dengan berdiri. Di tengah berjubelnya orang berniat berdoa di tempat mustajabah itu, banyak jemaah yang berzikir sambil duduk.
Terlihat amat egois. Di antara ribuan orang yang antre, puluhan orang bertahan duduk di tempat yang sempit ini. Akibatnya, orang lain yang berniat sekadar doa dalam waktu sebentar tak bisa lewat. Sebab deretan orang yang berdiri tak bisa lewat begitu saja, kecuali harus melangkahi kepala mereka. Tentu saja duduk di tengah puluhan ribu orang sangat membahayakan. Allah mungkin mengabulkan doa mereka yang bertahan duduk di saat jemaah lain berebut tempat itu. Tapi gerutu ribuan orang yang terhambat oleh mereka juga ada perhitungannya.

Untuk mengatur agar jemaah tidak masuk ke dalam Raudhah secara bersama-sama, aparat keamanan menutup Masjid Nabawi bagian depan dengan terpal putih. Akibatnya, jemaah yang berada di masjid bagian belakang tak bisa langsung masuk ke dalam Raudhah melainkan harus keluar ke pintu bagian kanan dan masuk kembali ke komplek Raudhah melalui pintu Babussalam. (Wachu,depag)

Yang dibawah ini pas untuk dibaca:

http://oleholehhaji.net/2009/10/28/bekal-bhttp://oleholehhaji.net/2008/11/15/haji-ke-baitullah/

http://oleholehhaji.net/2008/11/25/berhaji-tuk-meraih-ridha-ilahi/ekal-penting-bagi-para-calon-jama%e2%80%99ah-haji/

http://oleholehhaji.net/2009/10/28/berakhlaq-mulia-di-tanah-suci/

http://oleholehhaji.net/2009/10/28/lebih-enak-haji-mandiri/

http://oleholehhaji.net/2009/11/02/siapkan-diri-di-musim-dingin/

http://oleholehhaji.net/2009/11/02/keletihan-bisa-berimbas-pada-kesehatan-jiwa/

http://oleholehhaji.net/2009/11/05/sekilas-tentang-keutamaan-masjidil-haram-makkah-al-mukarramah/

http://oleholehhaji.net/2008/11/29/koreksi-seputar-amalan-di-musim-haji/

 

Read Full Post »

Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI) merawat belasan jemaah yang mengalami gangguan jiwa. pENDERITA Gangguan kejiwaan ini karena kebanyakan sudah mempunyai riwayat gangguan jiwa ketika di Tanah Air.

Menurut dokter psikiater BPHI Tri Aniswati, terjadinya gangguan kejiwaan ini disebabkan karena ada perbedaan sosio kultur antara Tanah Air dengan Tanah Suci. Kondisi ini menyebabkan seseorang sudah mempunyai riwayat gangguan kejiwaan merasa tertekan karena adanya perbedaan kondisi tersebut.

“Bisa saja orang yang dalam kondisi sehat di Tanah Air, namun mengalami gangguan jiwa ketika berada di Tanah Suci karena tidak bisa menyesuaikan perbedaan sosio-kulutural tersebut. Oleh karena itu cara mengatasinya adalah dengan cara menyesuaikan diri dengan lingkungan ketika berada di Tanah Suci,” jelas Tri Aniswati.

Lebih lanjut Tri Aniswati menjelaskan, orang yang tidak biasa pergi jauh saja sudah bisa menjadi faktor yang menyebabkan seseorang stress. Apabila tidak mampu mengelola daya tahan stress, maka orang tersebut akan mudah menjadi stress.

Mengurangi rasa stress ataupun gangguan kejiwaan bagi jemaah, maka harus didampingi orang yang dekat dengan penderita. “Diharapkan, orang tersebut menemukan orang yang dianggap satu nasib satu sepenanggungan,” imbuhnya.

Di samping itu, jemaah juga perlu disadarkan bahwa kedatangannya ke Tanah Suci untuk beribadah. Sehingga diharapkan akan menemukan kembali tujuannya datang ke Tanah Suci.

Mengenai penanganan terhadap pasien yang mempunyai gangguan kejiwaan, menurut Tri Aniswati memerlukan waktu yang lama. Kebanyakan orang juga belum paham dalam menangani penderita gangguan kejiwaan ini. Misalnya bagi penderita yang mengonsumsi obat-obatan tertentu, maka penderita harus tetap diberi obat meskipun kondisi kejiwaannya sudah membaik.

Balai Pengobatan Haji Indonesia sendiri telah merawat belasan jemaah yang mengalami gangguan kejiwaan ini, tiga di antrannya mengalami gangguan jiwa berat. (MA Effendi/Elshinta,depag)

Silahkan simak:

http://oleholehhaji.net/2009/11/02/siapkan-diri-di-musim-dingin/

http://oleholehhaji.net/2009/11/02/keletihan-bisa-berimbas-pada-kesehatan-jiwa/

http://oleholehhaji.net/2009/11/02/siapkan-diri-di-musim-dingin/

http://oleholehhaji.net/2009/11/02/keletihan-bisa-berimbas-pada-kesehatan-jiwa/

http://oleholehhaji.net/2009/10/28/berakhlaq-mulia-di-tanah-suci/

http://www.depag.go.id/index.php?a=detilberita&id=1610

Read Full Post »

Untuk kepentingan distribusi dan publikasi, Komplek Percetakaan Al-Quran Raja Fahd memproduksi Al-Quran beserta tafsirnya dalam 53 bahasa dunia. Di antaranya, bahasa Afrika seperti bahasa Zulu dan sebagainya; Arab; Indonesia, Thailand, Jepang, China dan bahasa Asia lainnya; Inggris, Spanyol, Urdu, dan lain-lain.

Tim Media Center Haji (MCH) Arab Saudi, Sekretaris Daerah Kerja (Daker) Madinah Mukholih Jimun dan petugas Daker Madinah Samsul Ali, memperoleh kesempatan berkunjung ke Komplek Percetakan Al-Quran Raja Fahd, di Madinah Al-Munawarah. Lembaga yang dalam bahasa Arab disebut Mujamma` al-Malik Fahd Li Thiba`a al-Mushaf al-Syarif Madinah al-Munawarah ini, berada di bawah naungan Kementerian Urusan Agama Islam Kerajaan Arab Saudi.

Dalam kesempatan tersebut, Suara Karya bersama tim MCH yang terdiri atas 6 wartawan masing-masing diberikan 1 mushaf Al-Quran dan Terjemahnya oleh pihak percetakan. Dalam Al-Quran yang mencantumkan nama pengurus Yayasan Penyelenggara Penerjemah (Penafsir) Al-Quran Indonesia seperti almarhum Prof TM Hasbi Ashhshiddiqi dan kawan-kawan ini, terdapat tulisan “Wakaf Dari Pelayan Dua Tanah Suci, Raja Abdullah bin Abdul Aziz Ali Sa`ud.”

Al-Quran ini dibagikan secara gratis (wakaf), baik melalui pengiriman langsung ke negara-negara yang bersangkutan, maupun dibagikan di Arab Saudi saat umat Islam menunaikan ibadah haji.

“Alhamdulillah, program kami mencetak Al-Quran dan terjemahannya dalam 53 bahasa sudah terlaksana. Al-Quran yang model ini kami bagikan secara gratis. Untuk musim haji tahun ini, kami bagi dua juta jilid. Semoga Allah memudahkan semua urusan ini,” kata pegawai publikasi Kompleks Malik Fahd, Syeikh Ahmad.

Selain mencetak Al-Quran, tutur dia, pihaknya mencetak jurnal kajian Al-Quran dan A-Sunnah (hadis nabi). “Termasuk jurnal bantahan untuk meluruskan hal-hal yang berkaitan dengan Al-Quran, dan hasil seminar-seminar tentang Al-Quran,” katanya.

Terkait proses pencetakan Al-Quran, Syeikh Ahmad menjelaskan, bahwa produksi dilakukan melalui lima tahap. “Sebelum dicetak pada media kertas yang sebenarnya, para kaligrafer menorehkan tulisan-tulisan huruf Al-Quran tanpa titik dan baris di atas plat cetakan yang transparan. Itu tahap pertama,” katanya.

Tahap kedua, ucap dia, hasil tulisan para kaligrafer itu langsung dikirimkan tim pengawas kepada ulama-ulama besar di berbagai negara di dunia. Ini dilakukan untuk pemeriksaan secara mendetail dan akurat.

“Setelah melakukan pemeriksaan, tim pengawas yang berkeliling dunia itu akhirnya menemui penulisnya, sehingga bila ada kesalahan sekecil apa pun akan langsung diperbaiki di depan tim pengawas senior yang terdiri atas beberapa ulama Arab Saudi,” katanya.

Dia menuturkan, perbaikan itu juga sangat teliti. Sebagai contoh, ada kelebihan satu titik, ada kelebihan lekukan pada huruf “sin”, dan sebagainya, sehingga kekeliruan sekecil apa pun terkoreksi. Tahap ketiga adalah memberikan titik dan baris untuk huruf-huruf tertentu pada halaman yang ada, kemudian dikirimkan lagi kepada tim pengawas senior untuk diteliti kebenarannya.

“Untuk tahap keempat adalah memberikan tanda-tanda waqaf. Dan tahap kelima, adalah memberikan nomor-nomor ayat, halaman, dan pinggiran kaligrafis, kemudian hasilnya baru dicetak oleh 1.700 petugas teknis di percetakan,” katanya.

Hasilnya pun, menurut dia, masih ada tahap sortir yang juga sangat teliti. “Yang salah atau cacat, apakah kesalahan titik dan baris, adanya lipatan kertas yang cacat, adanya jahitan yang melenceng, maka semuanya akan disortir untuk dimusnahkan di gudang pemusnahan,” katanya.

Syeikh Ahmad juga menjelaskan, pihaknya sekarang mencetak Al-Quran yang diterjemahkan dalam 53 bahasa dan satu bahasa isyarat, di antaranya bahasa Afrika, Arab, Asia, Inggris, Spanyol, Urdu, Hausa, Macedonia, dan sebagainya. “Untuk bahasa Asia, antara lain bahasa China, Korea, Indonesia, dan sebagainya,” katanya.

Di akhir pemaparannya kepada tim MCH Arab Saudi, Syeikh Ahmad berpesan agar media selalu berada di garda terdepan. “Jurnalis itu memiliki tangung jawab yang besar untuk menyebarkan ajaran dan nilai-nilai Al-Quran kepada masyarakat dunia,” katanya, sambil menyalami 6 wartawan MCH Arab Saudi.
Bagaimana komentar jemaah haji Indonesia yang pernah mengunjungi pabrik percetakan Al-Quran tersebut. “Percetakannya seperti penerbitan surat kabar di Indonesia, tapi cara kerjanya sangat luar biasa,” kata jemaah haji asal Aceh, Edy Irwinsyah.

Tentu saja, pandangan jemaah kloter I dari Tanah Rencong itu sangat tepat, mengingat Al-Quran yang berasal dari percetakan di Kota Nabi itu, melalui proses yang tidak sesederhana yang dibayangkan, sehingga kualitasnya sangat baik dan bernilai seni tinggi. (Yudhiarma,depag)

Read Full Post »

Kasus jemaah tersesat atau tidak bisa pulang ke hotel tempatnya menginap adalah tertinggi diantara kasus-kasus lain. Hingga saat ini setidaknya 70 kasus orang tersesat sejak kedatangan jemaah di Madinah pada 23 Oktober lalu. Jemaah yang mengalami sesat hamper seratus persen adalah jemaah dengan usia di atas 60 tahun.

Fauzan Ngasari, petugas pengamanan di Sektor Lima Daerah Kerja Madinah mengakui setiap hari dirinya menerima dan mengantarkan jemaah Indonesia yang tersesat atau tidak bisa pulang ke pondokannya. Kebanyakan yang menjadi penyebab jemaah tersesat karena terpisah dari romobngan setelah sholat di Masjid Nabawi. “Kebanyakan mereka ditemukan oleh petugas, setelah koita data kita antar kembali ke hotel mereka menginap,” ungkap Fauzan Ngasari.

Fauzan mengakui hampir setiap hari di Sektornya ada laporan jemaah yang tersesat. Dalam catatannya telah terjadi 30 kasus orang sesat di Sektor Lima . Bahkan pernah mengantar jemaah tersesat hingga satu mobil. “Baru saja kami antar satu jemaah, sudah ada jemaah lain yang antri untuk diantar karena tidak bisa pulang ke hotel,” cerita Fauzan.

Fauzan menambahkan jemaah yang tersesat ada yang sudah jauh dari hotelnya bahkan hampir lima jam jemaah mencari hotelnya, karena itu dirinya berharap jemaah sebaiknya tidak berjalan sendiri untuk menghindari salah jalan atau tersesat ini.

Yang mengkuatirkan menurut Fauzan adalah jemaah yang tersesat ini rentan terhadap tindak Kriminal. Dia mencontohkan ada jemaah yang diantarkan oleh seseorang tanpa identitas apapun, setelah ditanya ternyata jemaah tersebut telah menjadi korban kriminal.”Mungkin pelakunya sudah tahu cirri-ciri orang yang memerlukan bantuan, mereka dekati dengan pura-pura ingin membantu kemudian tas korban dirampas.”

Rawan Gangguan Kesehatan

Sementara itu dokter psikiater di Balai Pengobatan haji Indonesia (BPHI) Tri Aniswati menjelaskan jemaah yang rentan terhadap masalah kesehatan adalah jemaah yang usianya sudah lanjut, baik itu mengalami gangguan kesehatan mental mapun kesehatan fisiknya. Bahkan bisa saja jemaaah yang mengalami gangguan kesehatan fisik kemudian mempengaruhi kesehatan psikisnya atau sebaliknya.

“Kita tahu jemaah kita banyak yang berusia di atas 50 tahun, usia-usia tersebut rentan terhadap gangguan psikis dan kesehatan fisik. Gangguan psikis biasanya terjadi karena seseorang tidak bisa menyesuaikan dengan lingkungan yang berbeda,” jelasnya. (MA Effendi,depag)

Baca juga yang ini, semoga bermanfaat:

http://oleholehhaji.net/2009/10/28/berakhlaq-mulia-di-tanah-suci/

http://oleholehhaji.net/2009/10/28/lebih-enak-haji-mandiri/

http://oleholehhaji.net/2009/11/03/kiat-sehat-bugar-selama-naik-haji/

http://oleholehhaji.net/2009/11/05/gelang-haji/

http://oleholehhaji.net/2009/11/02/siapkan-diri-di-musim-dingin/

http://oleholehhaji.net/2009/11/02/keletihan-bisa-berimbas-pada-kesehatan-jiwa/

Read Full Post »

Enam jemaah asal Aceh diserang demam dan bibir pecah-pecah akibat jarang mengonsumsi air minum sesuai batas kebutuhan yang ditentukan.

Hal itu dikemukakan Edi Zainuddin, seusai salat subuh di Mesjid Nabawi, Madinah, Arab Saudi, akhir pekan lalu. “Mereka cuma demam biasa, karena menahan minum air sesuai kebutuhan tubuh (minimal 8 liter per hari, Red) seperti yang diminta tim kesehatan haji Indonesia,” ujarnya.

Menurut Edi, jemaah yang menahan minum itu karena mereka takut “beser” alias sering buang air kecil. Akibat “beser” itu, mereka merasa ibadahnya terganggu karena terpaksa bolak-balik ke toilet. Sementara, saat waktu salat, toilet di sekitar Mesjid Nabawi selau antre akibat dipadati jemaah yang hendak berwudhu.

“Tapi, sekarang mereka kapok (jera-Red), karena telanjur demam dan bibir pecah-pecah. Sejauh ini, karena penyakitnya ringan, mereka berobat sendiri di pemondokan dengan obat-obatan yang dibawa dari Tanah Air. Alhamdulillah, beberapa orang dari mereka sudah mulai membaik,” katanya.

Edi mengatakan, pihaknya memang selalu diingatkan petugas haji Indonesia untuk rajin minum air putih, atau lebih dianjurkan air Zamzam, untuk menjaga kesehatan. “Ini agar kami tidak mudah terserang penyakit, seperti demam dan bibir pecah-pecah,” katanya.

Selain mengonsumsi air minum sesuai kebutuhan tubuh, jemaah asal Tanah Rencong ini mulai rajin senam pagi, setelah pulang dari Mesjid Nabawi menunaikan salat arba`in dan subuh. “Alhamdulillah, sesuai anjuran dokter Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI), kini stamina jemaah kami sangat prima sehingga lancar melaksanakan ibadah,” ucapnya. (Yudhiarma,depag)

Simak juga informasi bermanfaat ini:

http://oleholehhaji.net/2009/11/03/mengatasi-musin-dingin/

http://oleholehhaji.net/2009/11/02/jamaah-haji-persiapkan-diri-hadapi-musim-dingin/

http://oleholehhaji.net/2009/11/02/siapkan-diri-di-musim-dingin/

http://oleholehhaji.net/2009/11/02/keletihan-bisa-berimbas-pada-kesehatan-jiwa/

http://oleholehhaji.net/2009/11/05/sekilas-tentang-keutamaan-masjidil-haram-makkah-al-mukarramah/

Read Full Post »

Kepolisian Madinah Arab Saudi kini lebih agresif menangani kasus-kasus tindak kriminal yang dilaporkan ke kepolisian Madinah. Tindakan yang diambil kepolisian tersebut diantarannya ketika ada WNI yang mencurigakan maka langsung ditangkap aparat kepolisian.

Kepala Daerah Kerja Madinah Cepi Supriatna mengakui mengalami kesulitan melacak pelaku-pelaku kriminal dengan korban jemaah Indonesia karena dalam melakukan aksinya mereka menyamar juga sebagai jemaah. Pelaku juga tahu persis latarbelakang korbannya apabila korbannya dari Jawa, pelaku menggunakan Bahasa Jawa, apabila dari Makasar menggunakan Bahasa Makasar.

“Itu yang sulit diprediksi oleh kita. Kita sudah perintahkan kepada semua PAM yang ada di sektor-sektor untuk mencermati lebih lanjut situasi seperti itu, dan lebih ditekankan lagi kepada mabais itu tadi. Kalau ada warga Negara kita yang clingak-clinguk langsung saja ditangkap untuk diinterograsi,” jelas Cepi Supriatna.

Lebih lanjut Cepi menjelaskan jam-jam krusial bagi jemaah adalah usai sholat karena biasanya jemaah reorientasi dan bingung kemudian menjadi sasaran bagi pelaku kriminal.

Sementara itu menyangkut tempat-tempat yang rawan yang perlu diwaspadai bagi jemaah adalah di sekitar masjid Nabawi di depan Taibah dan Hotel Andalus karena banyak jemaah yang bingung di tempat-tempat itu. “Terutama pada malam hari karena sering terjadi bagi jemaah yang tibanya malam hari. Padahal jemaah kita baru melihat menara masjidnya saja sudah langsung menuju masjid, saking rindunya, padahal belum mengenal lingkungannya,” papar Cepi.

Oleh karena itu Cepi Supriatna berharap kepada jemaah yang akan tiba di Madinah maupun Mekkah melakukan pengenalan lingkungan terlebih dahulu dimana jemaah itu berada. Disamping itu di tingkat kloter juga perlu diperketat lagi dan di tingkat sektor ke depan sudah waktunya ada sektor khusus yang menangani masalah seperti ini.

Sebagaimana diketahui aksi-aksi kriminal yang menimpa terhadap jemaah Indonesia di Madinah diduga dilakukan oleh WNI sendiri yang berada di Tanah Suci, hal ini dapat diketahui dari pengakuan korban bahwa pelaku menggunakan bahasa daerah setempat, sesuai dengan asal korbannya. Modusnya adalah pelaku menawarkan bantuan kepada korban akan mencarikan tempat hotelnya atau akan membantu untuk keperluan lainnya, namun apabila korban sudah percaya, dalam situasi memungkin pelaku merampas tas dan harta korban.

Disamping itu pelaku juga ada yang menyaru menjadi jemaah seperti memaki gelang tanda pengenal, jaket seragam jemaah atau identitas lainnya. (MA Effendi,www.depag.go.id)

Silahkan klik yang ini:

http://oleholehhaji.net/2009/11/05/gelang-haji/

http://oleholehhaji.net/2009/10/28/berakhlaq-mulia-di-tanah-suci/

http://oleholehhaji.net/2009/10/28/lebih-enak-haji-mandiri/

 

Read Full Post »

Diantara jenis sabar adalah sabar terhadap taqdir Allah. Hal ini berkaitan dengan tauhid Rububiyyah, karena sesungguhnya pengaturan makhluk dan menentukan taqdir atas mereka adalah

termasuk dari tuntutan Rububiyyah Allah Ta’ala.

Perbedaan antara Al-Qadar & Al-Maqduur

Qadar atau taqdiir mempunyai dua makna. Yang pertama: al-maqduur yaitu sesuatu yang ditaqdirkan. Yang kedua: fi’lu Al-Muqaddir yaitu perbuatannya Al-Muqaddir (Allah Ta’ala). Adapun jika dinisbahkan/dikaitkan kepada perbuatannya Allah maka wajib atas manusia untuk ridha dengannya dan bersabar. Dan jika dinisbahkan kepada al-maqduur maka wajib atasnya untuk bersabar dan disunnahkan ridha.

Contohnya adalah: Allah telah menaqdirkan mobilnya seseorang terbakar, hal ini berarti Allah telah menaqdirkan mobil tersebut terbakar. Maka ini adalah qadar yang wajib atas manusia agar ridha dengannya, karena hal ini merupakan diantara kesempurnaan ridha kepada Allah sebagai Rabb. Adapun jika dinisbahkan kepada al-maqduur yaitu terbakarnya mobil maka wajib atasnya untuk bersabar dan ridha dengannya adalah sunnah bukan wajib menurut pendapat yang rajih (kuat).

Sedangkan al-maqduur itu sendiri bisa berupa ketaatan-ketaatan, kemaksiatan-kemaksiatan dan kadang-kadang merupakan dari perbuatannya Allah semata. Adapun yang berupa ketaatan maka wajib ridha dengannya, sedangkan bila berupa kemaksiatan maka tidak boleh ridha dengannya dari sisi bahwasanya hal itu adalah al-maqduur, adapun dari sisi bahwasanya itu adalah taqdir Allah maka wajib ridha dengan taqdir Allah pada setiap keadaan, dan karena inilah Ibnul Qayyim berkata: “Maka karena itulah kita ridha dengan qadha` (ketentuan Allah) dan kita marah terhadap sesuatu yang ditentukan apabila berupa kemaksiatan.”

Maka barangsiapa yang melihat dengan kacamata Al-Qadha` wal Qadar kepada seseorang yang berbuat maksiat maka wajib atasnya ridha karena sesungguhnya Allahlah yang telah menaqdirkan hal itu dan padanya ada hikmah dalam taqdir-Nya. Dan sebaliknya apabila dia melihat kepada perbuatan orang tersebut maka tidak boleh ridha dengannya karena perbuatannya tadi adalah maksiat. Inilah perbedaan antara al-qadar dan al-maqduur.

Bagaimana Manusia Menghadapi Musibah?

Di dalam menghadapi musibah, manusia terbagi menjadi empat tingkatan:
Pertama: marah, yaitu ketika menghadapi musibah dia marah baik dengan hatinya seperti benci terhadap Rabbnya dan marah terhadap taqdir Allah atasnya, dan kadang-kadang sampai kepada tingkat kekufuran, Allah berfirman:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ عَلَى حَرْفٍ فَإِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ اطْمَأَنَّ بِهِ وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ انْقَلَبَ عَلَى وَجْهِهِ خَسِرَ الدُّنْيَا وَالآخِرَةَ ذَلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ
“Dan diantara manusia ada orang yang beribadah kepada Allah dengan berada di tepi; maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.” (Al-Hajj:11)

Atau dia marah dengan lisannya seperti menyeru dengan kecelakaan dan kebinasaan dan yang sejenisnya. Atau marah dengan anggota badannya seperti menampar pipi, merobek saku baju, menarik-narik (menjambak) rambut, membenturkan kepala ke tembok dan yang sejenisnya.

Kedua: sabar, yaitu sebagaimana ucapan penyair:
الصَّبْرُ مِثْلُ اسْمِهِ مُرٌّ مَذَاقَتُهُ لَكِنْ عَوَاقِبُهُ أَحْلَى مِنَ الْعَسَلِ
“Sabar itu seperti namanya, pahit rasanya, akan tetapi akibatnya lebih manis dari madu.”
Maka orang yang sabar itu akan melihat bahwasanya musibah ini berat baginya dan dia tidak menyukainya, akan tetapi dia membawanya kepada kesabaran, dan tidaklah sama di sisinya antara adanya musibah dengan tidak adanya, bahkan dia tidak menyukai musibah ini akan tetapi keimanannya melindunginya dari marah.

Ketiga: ridha, dan ini lebih tinggi dari sebelumnya, yaitu dua perkara tadi (ada dan tidak adanya musibah) di sisinya adalah sama ketika dinisbahkan/disandarkan terhadap qadha dan qadar (taqdir/ketentuan Allah) walaupun bisa jadi dia bersedih karena musibah tersebut, Karena sesungguhnya dia adalah seseorang yang sedang berenang dalam qadha dan qadar, kemana saja qadha dan qadar singgah maka dia pun singgah bersamanya, baik di atas kemudahan ataupun kesulitan. Jika diberi kenikmatan atau ditimpa musibah, maka semuanya menurut dia adalah sama. Bukan karena hatinya mati, bahkan karena sempurnanya ridhanya kepada Rabbnya, dia bergerak sesuai dengan kehendak Rabbnya.

Bagi orang yang ridha, adanya musibah ataupun tidak, adalah sama, karena dia melihat bahwasanya musibah tersebut adalah ketentuan Rabbnya. Inilah perbedaan antara ridha dan sabar.

Keempat: bersyukur, dan ini adalah derajat yang paling tinggi, yaitu dia bersyukur kepada Allah atas musibah yang menimpanya dan jadilah dia termasuk dalam golongan hamba-hamba Allah yang bersyukur ketika dia melihat bahwa di sana terdapat musibah yang lebih besar darinya, dan bahwasanya musibah-musibah dunia lebih ringan daripada musibah-musibah agama, dan bahwasanya ‘adzab dunia lebih ringan daripada ‘adzab akhirat, dan bahwasanya musibah ini adalah sebab agar dihapuskannya dosa-dosanya, dan kadang-kadang untuk menambah kebaikannya, maka dia bersyukur kepada Allah atas musibah tersebut. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ مُصِيْبَةٍ تُصِيْبُ الْمُسْلِمَ إِلاَّّ كَفَّرَ اللهُ بِهَا عَنْهُ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا
“Tidaklah suatu musibah menimpa seorang muslim kecuali Allah akan hapuskan (dosanya) karena musibahnya tersebut, sampai pun duri yang menusuknya.” (HR. Al-Bukhariy no.5640 dan Muslim no.2572 dari ‘A`isyah)

مَا يُصِيْبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلاَ كَفَّرَ اللهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
“Tidaklah seorang muslim ditimpa keletihan/kelelahan, sakit, sedih, duka, gangguan ataupun gundah gulana sampai pun duri yang menusuknya kecuali Allah akan hapuskan dengannya kesalahan-kesalahannya.” (HR. Al-Bukhariy no.5641, 5642 dari Abu Sa’id Al-Khudriy dan Abu Hurairah)
Bahkan kadang-kadang akan bertambahlah iman seseorang dengan musibah tersebut.

Bagaimana Mendapatkan Ketenangan?

Allah Ta’ala berfirman:
وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ
“Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya.” (At-Taghaabun:11)
Yang dimaksud dengan “beriman kepada Allah” dalam ayat ini adalah beriman kepada taqdir-Nya.

Firman-Nya: “niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya” yaitu Allah akan memberikan ketenangan kepadanya. Dan hal ini menunjukkan bahwasanya iman itu berkaitan dengan hati, apabila hatinya mendapat petunjuk maka anggota badannya pun akan mendapat petunjuk pula, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلُحَتْ صَلُحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ
“Sesungguhnya di dalam jasad terdapat segumpal daging, apabila baik maka akan baiklah seluruh jasadnya dan apabila rusak maka akan rusaklah seluruh jasadnya, ketahuilah segumpal daging itu adalah hati.” (HR. Al-Bukhariy no.52 dan Muslim no.1599 dari An-Nu’man bin Basyir)

Berkata ‘Alqamah (menafsirkan ayat di atas): “Yaitu seseorang yang ditimpa suatu musibah lalu dia mengetahui bahwasanya musibah tersebut dari sisi Allah maka dia pun ridha dan menerima (berserah diri kepada-Nya).”

Tafsiran ‘Alqamah ini menunjukkan bahwasanya ridha terhadap taqdir Allah merupakan konsekuensinya iman, karena sesungguhnya barangsiapa yang beriman kepada Allah maka berarti dia mengetahui bahwasanya taqdir itu dari Allah, sehingga dia ridha dan menerimanya. Maka apabila dia mengetahui bahwasanya musibah itu dari Allah, akan tenang dan senanglah hatinya dan karena inilah diantara penyebab terbesar seseorang merasakan ketenangan dan kesenangan adalah beriman kepada qadha dan qadar.

Tanda Kebaikan & Kejelekan Seorang Hamba

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَبْدِهِ الْخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ الْعُقُوْبَةَ فِي الدُّنْيَا وَإِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَافِيَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Apabila Allah menginginkan kebaikan kepada hamba-Nya maka Allah akan menyegerakan balasannya di dunia, dan apabila Allah menginginkan kejelekan kepada hamba-Nya maka Allah akan menunda balasan dari dosanya, sampai Allah sempurnakan balasannya di hari kiamat.” (HR. At-Tirmidziy no.2396 dari Anas bin Malik, lihat Ash-Shahiihah no.1220)

Dalam hadits ini dijelaskan bahwa Allah menginginkan kebaikan dan kejelekan kepada hamba-Nya. Akan tetapi kejelekan yang dimaksudkan di sini bukanlah kepada dzatnya kejelekan tersebut berdasarkan sabda Rasulullah:
وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ
“Dan kejelekan tidaklah disandarkan kepada-Mu.” (HR. Muslim no.771 dari ‘Ali bin Abi Thalib)
Maka barangsiapa menginginkan kejelekan kepada dzatnya maka kejelekan itu disandarkan kepadanya. Akan tetapi Allah menginginkan kejelekan karena suatu hikmah sehingga jadilah hal itu sebagai kebaikan ditinjau dari hikmah yang dikandungnya.

Sesungguhnya seluruh perkara itu di tangan Allah ‘Azza wa Jalla dan berjalan sesuai dengan kehendak-Nya karena Allah berfirman tentang diri-Nya:
إِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِمَا يُرِيدُ
“Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki.” (Huud:107)

Dan juga Dia berfirman:
إِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يَشَاءُ
“Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.” (Al-Hajj:18)

Maka semua perkara itu di tangan Allah.

Dan seseorang tidak akan lepas dari salah/keliru, berbuat maksiat dan kurang dalam menunaikan kewajiban, maka apabila Allah menghendaki kebaikan kepada hamba-Nya, akan Allah segerakan baginya balasan (dari perbuatan dosanya) di dunia, apakah diuji dengan hartanya atau keluarganya atau dirinya sendiri atau dengan seseorang yang menjadi sebab adanya ujian-ujian tersebut.

Yang jelas, dia akan disegerakan balasan (dari perbuatan dosanya). Karena sesungguhnya balasan akibat perbuatan dosa dengan diuji pada hartanya, keluarganya ataupun dirinya, itu akan menghapuskan kesalahan-kesalahan. Maka apabila seorang hamba disegerakan balasannya dan Allah hapuskan kesalahannya dengan hal itu, maka berarti Allah mencukupkan balasan kepadanya dan hamba tersebut tidak mempunyai dosa lagi karena dosa-dosanya telah dibersihkan dengan adanya musibah dan bencana yang menimpanya.

Bahkan kadang-kadang seseorang harus menanggung beratnya menghadapi sakaratul maut karena adanya satu atau dua dosa yang dia miliki supaya terhapus dosa-dosa tersebut, sehingga dia keluar dari dunia dalam keadaan bersih dari dosa-dosa. Dan ini adalah suatu kenikmatan karena sesungguhnya ‘adzab dunia itu lebih ringan daripada ‘adzab akhirat.

Akan tetapi apabila Allah menginginkan kejelekan kepada hamba-Nya maka akan Allah biarkan dia dalam keadaan penuh kemaksiatan dan akan Allah curahkan berbagai kenikmatan kepadanya dan Allah hindarkan malapetaka darinya sampai dia menjadi orang yang sombong dan bangga dengan apa yang Allah berikan kepadanya.
Dan ketika itu dia akan menjumpai Rabbnya dalam keadaan bergelimang dengan kesalahan dan dosa lalu dia pun di akhirat disiksa akibat dosa-dosanya tersebut. Kita meminta kepada Allah keselamatan.

Maka apabila engkau melihat seseorang yang nampak dengan kemaksiatan dan telah Allah hindarkan dia dari musibah serta dituangkan kepadanya berbagai kenikmatan maka ketahuilah bahwasanya Allah menginginkan kejelekan kepadanya, karena Allah mengakhirkan balasan dari perbuatan dosanya sampai dicukupkan balasannya pada hari kiamat.

Apabila Allah Mencintai Suatu Kaum

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ
“Sesungguhnya besarnya balasan tergantung besarnya ujian, dan sesungguhnya Allah Ta’ala apabila mencintai suatu kaum maka Allah akan menguji mereka (dengan suatu musibah), maka barangsiapa yang ridha maka baginya keridhaan (dari Allah) dan barangsiapa yang marah maka baginya kemarahan (Allah).” (HR. At-Tirmidziy no.2396 dari Anas bin Malik, lihat Silsilah Ash-Shahiihah no.146)

“Sesungguhnya besarnya balasan tergantung besarnya ujian” yakni semakin besar ujian, semakin besar pula balasannya. Maka cobaan yang ringan balasannya pun ringan sedangkan cobaan yang besar/berat maka pahalanya pun besar karena sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla mempunyai keutamaan terhadap manusia. Apabila mereka ditimpa musibah yang berat maka pahalanya pun besar dan apabila musibahnya ringan maka pahalanya pun ringan.
“Dan sesungguhnya Allah Ta’ala apabila mencintai suatu kaum maka Allah akan menguji mereka” ini merupakan kabar gembira bagi orang beriman, apabila ditimpa suatu musibah maka janganlah dia menyangka bahwa Allah membencinya bahkan bisa jadi musibah ini sebagai tanda kecintaan Allah kepada seorang hamba. Allah uji hamba tersebut dengan musibah-musibah, apabila dia ridha, bersabar dan mengharap pahala kepada Allah atas musibah tersebut maka baginya keridhaan (dari Allah), dan sebaliknya apabila dia marah maka baginya kemarahan (Allah).

Dalam hadits ini terdapat anjuran, pemberian semangat sekaligus perintah agar manusia bersabar terhadap musibah-musibah yang menimpanya sehingga ditulis/ditetapkan untuknya keridhaan dari Allah ‘Azza wa Jalla. Wallaahul Muwaffiq.

Diringkas dari kitab Al-Qaulul Mufiid 2/41-44 dan Syarh Riyaadhush Shaalihiin 1/125-126 dengan beberapa perubahan.

(Dikutip dari Bulletin Al Wala’ wa Bara’, Edisi ke-6 Tahun ke-3 / 31 Desember 2004 M / 19 Dzul Qo’dah 1425 H. Judul asli Sabar terhadap Taqdir Allah. Diterbitkan Yayasan Forum Dakwah Ahlussunnah Wal Jamaah Bandung. Url sumber : http://salafy.iwebland.com/fdawj/awwb/read.php?edisi=6&th=3)

Read Full Post »

Older Posts »